Mengapa korupsi sulit diberantas?
Posted by Astri Sri Dayanti
Sudah tidak asing lagi bagi kita jika
mendengar kata KORUPSI dan tanpa kita sadari semua orang juga pasti pernah korupsi
yaa.. walaupun Cuma Rp 500 atau Rp 1000 nah kalo hal itu kita biasakan bukan
sesuatu yang aneh lagi jika nantinya kita jadi seorang KORUPTOR. Korupsi itu
dimulai dari diri kita yang tidak jujur dan selalu mementingkan diri sendiri
ada juga karena faktor lain seperti peluang untuk melakukannya, kemampuan untuk
melakukannya dan lain-lain. Itulah penyebabnya banyak sekali koruptor di Negara
ini. Bayangkan jika negara ini bebas dari yang namanya korupsi mungkin rakyat Indonesia
akan hidup makmur dan sejahtera tidak seperti sekarang banyak yang hidup
menderita karena perbuatan si koruptor yang serakah.
Di Indonesia, semua lapisan
masyarakat sudah dibiasakan dengan budaya korupsi dari kecil hingga dewasa, contohnya
saja seperti mencontek, itu merupakan suatu hal yang tanpa kita sadari sering
kita lakukan, kita rela bertindak seperti itu demi mendapatkan nilai yang bagus
dan dari kebiasaan itu akan menciptakan bibit-bibit calon koruptor. Atau yang
tidak asing lagi di telinga kita seperti istilah uang suap atau uang damai atau
lain-lainnya, tanpa diberikan contoh mungkin kalian sudah tahu.
Tindakan korupsi di Indonesia bukan
hanya dilakukan oleh rakyat biasa bahkan pejabat – pejabat negara hingga
petinggi negara. Seperti kata dosen saya, korupsi itu seperti lingkaran setan,
jika satu sudah tertangkap maka lama-kelamaan semua yang terlibat akan
terungkap. Memang susah kalau sudah menyangkut uang. Uang dapat memperdaya
seseorang untuk memanfaatkannya. Jadi selalu ada suatu hal yang memperdayakan
hati para koruptor untuk mendapatkan uang hasil korupsi, entah itu untuk beli
mobil mewah, rumah mewah dan lain-lain demi kekayaan yang melimpah, mereka
menghalalkan segala cara.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan
kasus-kasus korupsi di Indonesia sulit untuk diberantas. Menurut sumber yang saya
baca ada 2 faktor diantaranya:
1. Penyakit kronis Bangsa Indonesia
Selama hampir lebih tiga puluh dua tahun
rezim order baru berkuasa, dalam kurun masa itu penyakit dan virus korupsi
berkembang subur. Keberadaannya dilindungi dan dikembangkanbiakkan. Pertumbuhan
yang cukup lama ini menyebabkan penyakit berbahaya ini menjangkiti hampir
seluruh birikasi pemerintahan maupun non pemerintahan di Indonesia.
Dan level tertinggi pejabat negara,
sampai ke tingkat RT yang paling rendah. Perkembangan yang cukup subur ini
berlngsung selama puluhan tahun. Akibatnya penyakit ini telah menjangkit
sebagian generasi yang kemudian diturunkan ke generasi berikutnya. Oleh sebab
itu, salah satu cara untuk memutuskan rantai generasi korupsi adalah dengan
menjaga kebersihan generasi muda dari jangkitan virus korupsi.
2. Sistem penegakan hokum yang lemah
Indonesia memiliki banyak sekali
undang-undang dan landasan hokum yang mengatur tentang pelarangan penyakit
korupsi, kolusi, dan nepotisme. Isi dan kandungan undang-undang tersebut bisa
saja diubah sewaktu-waktu untuk menyesuaikan dengan kondisi yang ada.
Yang menjadi persoalan sekarang
adalah para penegak hokum itu sendiri. Munculnya istilah mafia hokum merupakan
bukti kerendahan mental para penegak hokum di Indonesia. Lagi-lagi karena
pengaruh budaya korupsi yang sudah cukup kronis menjangkit Indonesia. Para
petugas hukum yang ditugaskan untuk mengadili para koruptor alih-alih malah
menerima amplop dari para koruptor.
Ditugaskan menjadi petugas malah
menggadaikan diri menjadi koruptor. Inilah hal miris yang kerap dialami setia
penanganan kasus korupsi di Indonesia. Bagaimana mungkin seorang petugas hokum akan
tegas memberikan hukuman pada koruptor kalau dirinya sendiri ternyata juga
seorang koruptor.
Melihat kenyataan ini, sulit
merumuskan penyebab korupsi. Apalagi mau memberantas tuntas. Penyebutan korupsi
sudah membudidaya, tidak perlu di uji lagi. Hampir di semua sector sudah
dirasakan oleh tindak korupsi.
Satu-satunya yang bisa diharapkan
hanyalah mengurangi tindak korupsi. Bukan memberantasnya secara tuntas. Untuk mengurangi
korupsi harus menempatkan orang jujur, punya idealism dan komitmen yang tinggi
pada kepentingan negara. Dengan pimpinan yang bisa jadi panutan, diharapkan
mampu mengerem laju korupsi.
Selanjutnya yang terpenting adalah
tidak dibuka kesempatan. Segala peluang yang mengarah pada kolusi dan korupsi
haru cepat-cepat ditutup rapat. Kesempatan sekecil apapun bisa berkembang
menjadi penyakit korupsi.
Dengan ancaman hukuman berat serta
rasa malu yang ditimbulkan, diharapkan punya dampak pskologis yang tinggi bagi
koruptor, tapi juga tergantung pada penegak hokum. Untuk itu harus ditegakkan.
Karena itu sangat komplek sekali jika
kita ingin memberantas korupsi. Memang tidak semudah seperti membalikkan telapak
tangan. Karena semua lapisan masyarakat ikut terlibat dan sistem yang ada juga
mendukung praktek yang korup ini.
Jadi kunci utama tetap ada pada sang
pemimpin. Tidak ada peperangan yang dimenangkan jika tidak dipimpin oleh
seorang pemimpin yang handal. Tidak juga ada bisnis yang berhasil dan sukses
tanpa dipimpin oleh orang yang kompeten. Bahkan negara kita menunggu hingga 300
tahun lamanya untuk bisa lepas dari penjajahan karena memang belum ada pemimpin
yang mampu untuk melepaskan negeri ini dari penjajah.
Pertanyaannya samapai kapan hal ini
akan berlangsung. Apakah kita hanya menunggu dan melihat saja tanpa melakukan
sesuatu dan berharap korupsi akan pergi dengan sendirinya. Akuyakin sampai
korupsi sudah mencapai titik jenuh maka akan muncul seorang pemimpin yang akan
bersedia mati untuk memimpin pemberantasan korupsi ini. Kapan waktunya akan
terjadi, mungkin aku sendiri yang akan memimpin negeri ini terbebas dari
korupsi. Kita tunggu saja apakah mimpiku ini akan menjadi kenyataan.
Referensi
0 komentar:
Posting Komentar