Etika Profesi Dalam Kantor Akuntan Publik
Posted by Astri Sri Dayanti
Etika Bisnis Akuntan
Publik
Etika dalam berbisnis
adalah suatu pelengkap utama dari keberhasilan para pelaku bisnis. Bisnis yang
sukses bukan hanya dilihat dari hasil usaha saja, tetapi juga tercermin dari perilaku
si Pelaku Bisnis dalam proses berbisnis. Etika profesional dikeluarkan oleh
organisasi bertujuan untuk mengatur perilaku para angota dalam menjalankan
praktek profesinya. Etika profesi bagi praktek akuntan di Indonesia disebut
dengan istilah kode etik dan dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia ( IAI )
ditambah dengan NPA dan SPAP. Selain itu, dengan kode etik akuntan juga
merupakan suatu alat atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau
masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya
karena melalui serangkaian pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam
kode etik profesi.
Kantor akuntan publik merupakan tempat penyediaan jasa yang dilakukan oleh profesi akuntan publik sesuai dengan Standar Peraturan Akuntan Publik ( SPAP ). Akuntan publik berjalan sesuai dengan SPAP karena akuntan publik menjalankan jasa auditing, atestasi, akuntansi dan review serta jasa akuntansi. Suatu organisasi profesi memerlukan etika profesional karena organisasi profesi ini menyediakan jasa kepada masyarakat untuk meneliti lebih lanjut mengenai suatu hal yang memerlukan penelitian lebih lanjut dimana akan menghasilkan informasi yang lebih akurat dari hasil penelitian. Jasa seperti ini memerlukan kepercayaan lebih serius dari mata masyarakat umum terhadap mutu yang akan diberikan oleh jasa akuntan. Agar kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa akuntan publik semakin tinggi, maka organisasi profesional ini memerlukan standar tertentu sebagai pedoman dalam menjalankan kegiatannya.
Ada lima aturan etika
yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen Akuntan Publik
(IAI-KAP). Lima aturan etika itu adalah:
- Indepedensi, integritas, dan objektivitas
- Standart umum dan prinsip akuntansi
- Tanggung jawab kepada klien
- Tanggung jawab kepada rekan seprofesi
- Tanggung jawab dan praktik lain
Tanggung Jawab Sosial Kantor Akuntan Publik Sebagai Entitas Bisnis
Milton Friedman memaparkan
bahwa tanggung jawab bisnis yang utama adalah menggunakan sumber daya dan
mendesain tindakan untuk meningkatkan laba sepanjang tetap mengikuti atau
mematuhi aturan permainan. Sebagai entitas bisnis layaknya entitas – entitas
bisnis lain, Kantor Akuntan Publik juga dituntut untuk peduli dengan keadaan
masyarakat, bukan hanya dalam bentuk ”uang” dengan jalan memberikan sumbangan,
melainkan lebih kompleks lagi. Artinya, pada Kantor Akuntansi Publik bentuk
tanggung jawab sosial suatu lembaga bukanlah pemberian sumbangan atau pemberian
layanan gratis. Tapi meliputi ciri utama dari profesi akuntan publik terutama sikap
altruisme, yaitu mengutamakan kepentingan publik dan juga memperhatikan sesama
akuntan publik dibanding mengejar laba.
Krisis dalam Profesi
Akuntansi
Tekanan pemaksimalan
Profit saat ini membawa profesi akuntan ke dalam krisis. Profesi dituntut untuk
melakukan tindakan dalam berbagai cara yang dapat menciptakan laba tertinggi
agar dapat bersaing dengan iklim persaingan yang semakin ketat. Dala hal ini,
seluruh tindakan yang diambil justru membuat profesi berada dalam kondisi yang
membahayakan dirinya dan dapat dituntut secara hukum. Namun, di pihak lain
akuntan dipaksa untuk tetap bersikap profesional dan dihadapkan pada
serangkaian aturan yang harus ditaati. Akuntan harus tetap bersikap objektif,
jujur, adil, tepat, independen, bertanggung jawab dan berintegritas dala
menjalankan tugasnya. Motivasi untuk berperilaku etis sangat penting karena
dengan berperilaku etis dapat memberikan kontribusi diantaranya keuntungan
jangka panjang bagi perusahaan, integritas personal dan kepuasan bagi pihak
yang terlibat dalam bisnis tersebut, kejujuran dan loyalitas karyawan serta
confidence dan kepuasan pelanggan. Perusahaan seharusnya memperhatikan tanggung
jawab sosial yang bertujuan untuk mereduksi timbulnya aksi sosial yang menolak
keberadaan suatu perusahaan. Berbeda halnya dengan perusahaan yang mementingkan
keuntungan jangka pendek. Perusahaan yang hanya berorientasi pada keuntungan
jangka pendek ini cenderung kurang memperhatikan masalah etika dan integritas.
Permasalahan-permasalahan
yang dihadapi oleh Akuntan, sebagai berikut:
- Berkaitan dengan earning management
- Pemerikasaan dan penyajian terhadap masalah akuntansi
- Berkaitan dengan kasus-kasus yang dilakukan oleh akuntan pajak untuk menyusun laporan keuangan agar pajak tidak menyimpang dari aturan yang ada.
- Independensi dari perusahaan dan masa depan independensi KAP. Jalan pintas untuk menghasilkan uang dan tujuan praktek selain untuk mendapatkan laba.
- Masalah kecukupan dari prinsip-prinsip diterima umum dan asumsi-asumsi yang tersendiri dari prinsip-prinsip yang mereka gunakan akan menimbulkan dampak etika bila akuntan tersebut memberikan gambaran yang benar dan akurat.
Regulasi Dalam Rangka
Penegakan Etika Kantor Akuntan Publik
Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) sebagai satu-satunya organisasi profesi akuntan di Indonesia
telah berupaya untuk melakukan penegakan etika profesi bagi akuntan publik.
Untuk mewujudkan perilaku profesionalnya, maka IAI menetapkan kode etik Ikatan
Akuntan Indonesia. Kode etik tersebut dibuat untuk menentukan standar perilaku
bagi para akuntan, terutama akuntan publik. Kode etik IAI terdiri dari:
- Prinsip etika, terdiri dari 8 prinsip etika profesi yang merupakan landasan perilaku etika profesional, memberikan kerangka dasar bagi aturan etika dan mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota yang meliputi tanggung jawab profesi, kepentingan publik, integritas, objektivitas, kompetensi dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional, dan standar teknis.
- Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik, terdiri dari independen, integritas dan objektivitas, standar umum dan prinsip akuntansi, tanggung jawab kepada klien, tanggung jawab kepada rekan seprofesi, serta tanggung jawab dan praktik lain.
- Interpretasi Aturan Etika, merupakan panduan dalam menerapkan etika tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.
Di Indonesia penegakan
kode etik dilaksanakan oleh sekurang-kurangnya enam unit organisasi, yaitu
Kantor Akuntan Publik, Unit Peer Review Kompartemen Akuntan Publik IAI, Badan
Pengawas Profesi Kompartemen Akuntan Publik IAI, Dewan Pertimbangan Profesi
IAI, Departemen Keuangan RI, dan BPKP. Selain keenam unit organisasi tadi,
pengawasan terhadap kode etik diharapkan dapat dilakukan sendiri oleh para
anggota dan pimpian KAP.
Meskipun telah dibentuk
unit organisasi penegakan etika sebagaimana disebutkan di atas, namun demikian
pelanggaran terhadap kode etik ini masih ada. Dapat disimpulkan bahwa meskipun
IAI telah berupaya melakukan penegakan etika profesi bagi akuntan, khususnya
akuntan publik, namun demikian sikap dan perilaku tidak etis dari para akuntan
publik masih tetap ada.
Perkembangan Terakhir
Dalam Etika Bisnis dan Profesi
Dalam pandangan saya,
pengertian etika tersebut sudah melewati empat tahap atau fase perkembangan
generasi pengertian, yaitu fase pengertian teologis (etika teologis), fase
pengertian ontologis (etika ontologis), fase pengertian positivis (etika
positivist), dan fase pengertian fungsional (etika fungsional).
Etika Teologis
Pada perkembangan
generasi pengertian pertama, semua sistem etika berasal dari sistem ajaran
agama.Semua agama mempunyai ajaran-ajarannya sendiri-sendiri tentang
nilai-nilai, sikap, dan perilaku yang baik dan buruk sebagai pegangan hidup
bagi para penganutnya.Karena itu, ajaran etika menyangkut pesan-pesan utama
misi keagamaan semua agama, dan semua tokoh agama atau ulama, pendeta, rahib,
monk, dan semua pemimpin agama akrab dengan ajaran etika itu.Semua rumah ibadah
diisi dengan khutbah-khutbah tentang ajaran moral dan etika keagamaan
masing-masing.
Bagi agama-agama yang
mempunyai kitab suci, maka materi utama kitab-kitab suci itu juga adalah
soal-soal yang berkaitan dengan etika.Karena itu, perbincangan mengenai etika
seringkali memang tidak dapat dilepas dari ajaran-ajaran agama. Bahkan dalam
Islam dikatakan oleh nabi Muhammad saw bahwa “Tidaklah aku diutus menjadi Rasul
kecuali untuk tujuan memperbaiki akhlaq manusia”. Inilah misi utama kenabian
Muhammad saw.
Etika Ontologis
Dalam perkembangan
kedua, sistem etika itu lama kelamaan juga dijadikan oleh para filosof dan
agamawan sebagai objek kajian ilmiah.Karena filsafat manusia sangat berkembang
pembahasannya mengenai soal-soal etika dan perilaku manusia ini.Karena itu,
pada tingkat perkembangan pengertian yang kedua, etika itu dapat dikatakan
dilihat sebagai objek kajian ilmiah, objek kajian filsafat.Inilah yang saya
namakan sebagai tahap perkembangan yang bersifat ontologis.Etika yang semula
hanya dilihat sebagai doktrin-doktrin ajaran agama, dikembangkan menjadi
‘ethics’ dalam pengertian sebagai ilmu yang mempelajari sistem ajaran moral.
Etika Positivist
Dalam perkembangan
selanjutnya, setidaknya dimulai pada permulaan abad ke 20, orang mulai berpikir
bahwa sistem etika itu tidak cukup hanya dikaji dan dikhutbahkan secara abstrak
dan bersifat umum, tetapi diidealkan agar ditulis secara konkrit dan bersifat
operasional. Kesadaran mengenai pentingnya penulisan dalam suatu bentuk
kodifikasi ini dapat dibandingkan dengan perkembangan sejarah yang pernah
dialami oleh sistem hukum pada abad ke-10 di zaman khalifah Harun Al-Rasyid
atau dengan muncul pandangan filsafat Posivisme Auguste Comte pada abad ke 18
yang turut mempengaruhi pengertian modern tentang hukum positif.
Dalam perkembangan
generasi ketiga ini, mulai diidealkan terbentuknya sistem kode etika di
pelbagai bidang organisasi profesi dan organisasi-organisasi publik. Bahkan
sejak lama sudah banyak di antara organisasi-organisasi kemasyarakatan ataupun
organisasi-organisasi profesi di Indonesia sendiri, seperti Ikatan Dokter
Indonesia, dan lain-lain yang sudah sejak dulu mempunyai naskah Kode Etik
Profesi. Dewasa ini, semua partai politik juga mempunyai kode etik kepengurusan
dan keanggotaan.Pegawai Negeri Sipil juga memiliki kode etika PNS.Inilah taraf
perkembangan positivist tentang sistem etika dalam kehidupan publik.Namun,
hampir semua kode etik yang dikenal dewasa ini, hanya bersifat proforma.Adanya
dan tiadanya tidak ada bedanya.Karena itu, sekarang tiba saatnya berkembang
kesadaran baru bahwa kode etika-kode etika yang sudah ada itu harus dijalankan
dan ditegakkan sebagaimana mestinya.
Etika Fungsional
Tertutup
Tahap perkembangan
generasi pengertian etika yang terakhir itulah yang saya namakan sebagai tahap
fungsional, yaitu bahwa infra-struktur kode etika itu disadari harus
difungsikan dan ditegakkan dengan sebaik-baiknya dalam praktik kehidupan
bersama. Untuk itu, diperlukan infra-struktur yang mencakup instrumen aturan
kode etik dan perangkat kelembagaan penegaknya, sehingga sistem etika itu dapat
diharapkan benar-benar bersifat fungsional. Dimana-mana di seluruh dunia, mulai
muncul kesadaran yang luas untuk membangun infra struktur etik ini di
lingkungan jabatan-jabatan publik. Bahkan pada tahun 1996, Sidang Umum PBB
merekomendasikan agar semua negara anggota membangun apa yang dinamakan “ethics
infra-structure in public offices” yang mencakup pengertian kode etik dan
lembaga penegak kode etik.
Itu juga sebabnya maka
di Eropa, di Amerika, dan negara-negara lain di seluruh penjuru dunia
mengembangkan sistem kode etik dan komisi penegak kode etik itu. Tidak terkecuali
kita di Indonesia juga mengadopsi ide itu dengan membentuk Komisi Yudisial yang
dirumuskan dalam Pasal 24B UUD 1945 dalam rangka Perubahan Ketiga UUD 1945 pada
tahun 2001. Bersamaan dengan itu, kita juga membentuk Badan Kehormatan DPR, dan
Badan Kehormatan DPD, dan lain-lain untuk maksud membangun sistem etika
bernegara. Pada tahun 2001, MPR-RI juga mengesahkan Ketetapan MPR No. VI Tahun
2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
Etika Fungsional
Terbuka
Namun demikian, menurut
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu 2012-2017 ini, semua infra-struktur
kode etik dan sistem kelembagaan penegakan etika tersebut di atas dapat
dikatakan sama sekali belum dikonstruksikan sebagai suatu sistem peradilan
etika yang bersifat independen dan terbuka sebagaimana layaknya sistem
peradilan modern. Persoalan etika untuk sebagian masih dipandang sebagai
masalah private yang tidak semestinya diperiksa secara terbuka. Karena itu,
semua lembaga atau majelis penegak kode etika selalu bekerja secara tertutup
dan dianggap sebagai mekanisme kerja yang bersifat internal di tiap-tiap
organisasi atau lingkungan jabatan-jabatan publik yang terkait. Keseluruhan
proses penegakan etika itu selama ini memang tidak dan belum didesain sebagai
suatu proses peradilan yang bersifat independen dan terbuka.
Referensi :
Sony Keraf. 1991. Etika
Bisnis Tuntutan dan Relevansinya. Pustaka Filsafat.
Rahmawati.
2008. Handout Etika Bisnis dan Profesi untuk Akuntan. FE: UNS
Sukrisno, Agus dan I Cenik Ardana. 2011.
Etika Bisnis dan Profesi tantangan membangun manusia seutuhnya. Edisi Revisi.
Salemba Empat.
Richard T. De George.
1986. Business Ethics. Five Edition
http://jakartafox.com/dkpp-jadi-pelopor-peradilan-etika-di-indonesia/
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2012/01/etika-dalam-kantor-akuntan-publik-2/
0 komentar:
Posting Komentar